Selasa, 15 November 2011

Ayah ku Gagah ... Suka mencari Nafkah "YOU ARE mY hERO "


Everyone can be a Father but it takes special Man to be a Daddy

DADDY, YOU KNOW HOW MUCH I LOVE YOU
I NEED YOU, FOREVER ,I’LL STAY BY YOUR SIDE
 YOU TEACH ME HOW TO PRAY

 HAVE NO FEAR , WHEN YOU ARE NEAR
YOU GUIDE ME THRO THE DARKEST NIGHT
 I LOVE YOU DADDY , YOU ARE MY HERO

 
YOU’RE ONE IN A MILLION, SHOW ME THE WAY GUIDE ME THROUGH MY LIFE

Para pengusaha muslim harus  memiliki dedikasi yang tinggi dalam mengembangkan usahanya, bersemangat memerangi kemalasan, mengenali medan usaha, dan tidak berputus asa.

Dengan demikian, pengusaha muslim akan tangguh, mandiri, dan mampu memberantas kemiskinan,
dengan izin Allah!

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, " Tidak ada makanan yang dimakan oleh seseorang, yang
lebih baik dari makanan yang merupakan usaha tangannya sendiri, karena Nabi Allah, Daud, makan dari hasil usaha tangannya sendiri. " [Hadis shahih; diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih -
nya, no. 2072 dan Imam Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah , 8:6] .

Islam sangat membenci pemalas yang menjadi beban orang lain padahal setiap individu dikaruniai
bekal kelebihan masing-masing oleh Allah. Dalam sebuah hadits dari Abdullah Ibnu Umar, diriwayatkan bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah sikap meminta- minta ada pada diri seseorang di antara kalian, kecuali ia bertemu dengan Allah sementara di wajahnya tidak ada secuil daging
pun. " [HR. Bukhari, Muslim, dan Nasa'i dalam Sunan -nya].

Abu Qasim Al-Khatli bertanya kepada Imam Ahmad, “Apa komentar Anda terhadap orang yang hanya berdiam di rumah atau di masjid lalu berkata, 'Aku tidak perlu bekerja, karena rezekiku tidak akan lari dan pasti datang'?” Maka, beliau menjawab, "Orang tersebut bodoh terhadap ilmu. Apakah dia tidak mendengarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam , ' Allah menjadikan rezekiku di bawah kilatan pedang (jihad) '?” [Ibnul Jauzi, Talbisul Iblis, hlm. 302].

Sahl bin Abdullah At-Tustari berkata, "Barang siapa yang merusak tawakal berarti dia telah merusak pilar keimanan, dan barang siapa yang merusak kepercayaan berarti dia telah membuat kerusakan dalam sunnah." [Ibnul Jauzi, Talbisul Iblis, hlm. 299].
 
Allah tidak melarang para hamba- Nya berusaha. Bahkan, Allah mencintai segala bentuk usaha, asalkan sesuai dengan kaidah dan prinsip agama. Bahkan, Allah memberi ampunan kepada orang yang kecapekan karena mencari nafkah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , " Barang siapa yang bermalam
dalam keadaan badannya capek karena pekerjaannya, dia bermalam dalam keadaan terampuni  dosanya. " [Lihat: Fathul Bari, 4:353]
.
Wahai saudaraku, saya sengaja memaparkan beberapa atsar dari para ulama untuk menepis anggapan sebagian orang bahwa mencari nafkah dengan cara yang benar--untuk mencukupi kebutuhan hidupnya--merupakan cinta dunia yang menodai sikap kezuhudan. Padahal, tidaklah demikian! Bahkan, Abu Darda' berkata, "Termasuk tanda kepahaman seseorang terhadap agamanya adalah adanya kemauan untuk mengurusi nafkah rumah tangganya." [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam Ishlahul Mal , hlm. 233, Ibnu Abi Syaibah, no. 34606, dan Al-Baihaqi dalam Asy- Syuab , 2:365].

Pengusaha muslim harus bangkit Krisis ekonomi global jangan sampai mematahkan semangat pengusaha muslim, apalagi menjerumuskan diri dalam jurang keputusasaan. Justru sebaliknya, krisis ekonomi global sebagai realitas yang harus dihadapi dengan bekal kesungguhan, ilmu, tawakal , dan menjauhi sifat pengecut. Krisis harus disikapi sebagai pengingat, cambuk bagi kita semua untuk bangkit mencari peluang, membuka keran rezeki yang mampet. Pengusaha muslim dituntut menjadi teladan paripurna, termasuk semangatnya dalam menghimpun rezeki dan membuka lapangan kerja yang halal.

"Barangsiapa yang bermalam dalam keadaan badannya capek karena pekerjaannya, dia bermalam dalam keadaan terampuni dosanya."

Ketika Abdurrahman bin Auf hijrah ke Madinah dengan segala keterbatasannya, beliau mendapat
tawaran bantuan. Meski begitu, beliau mengatakan, "Tunjukkan kepadaku di mana pasar Madinah?"
Akhirnya, dalam waktu tidak begitu lama beliau sudah mampu hidup mandiri. [Lihat: Fathul Bari , 4:1358
dan Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim , 15:133].

Kesibukan para utusan Allah dan ulama salaf dalam mencari ilmu dan berdakwah tidak melalaikan mereka mengumpulkan rezeki yang halal. Bercermin dari itu, para pengusaha muslim harus bisa meneladani mereka, menyinergikan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, jangan lalai di satu sisi; mesti proporsional.

Kini, apa pun bentuk usahanya, asalkan halal dan diperoleh dengan cara yang benar, usaha tersebut
harus dijalani dengan sungguh- sungguh dan penuh suka cita.

Hilangkan perasaan penuh rendah diri, malu, atau gengsi. Perbaiki atau luruskan kembali niat ini
apabila sempat goyah. Katakan lalu camkan dalam hati, bahwa apa yang kita usahakan adalah dalam
rangka ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala .

Ingat, ukuran sebuah usaha atau profesi itu dikatakan mulia dan tidak, tidak bergantung dari
pandangan manusia. Namun, sangat ditentukan oleh KEHALALan dan BENARnya jenis usaha di
hadapan Allah, serta terpujinya usaha tersebut dari sisi syariat.

Usaha yang Halal dan Benar maka akan menghasilkan generasi yang Kokoh
Seorang Ayah tidak tahu betapa berharganya anak shalih KECUALI setelah ia terbaring di kubur.
Sesungguhnya Allah Azza WA Jalla akan mengangkat derajad seorang hamba yang shalih di surga. Kelak ia akan berkata, 'Wahai Rabbku, bagaimana hal ini bisa terjadi terjadi padaku?' Dijawab, "Karena permohonan ampunan anakmu untukmu" (HR. Ahmad, al-Fath ar-Rabbani, abwab Shahadaqah at-Tathawwu')
Sebesar apa pun keuntungan yang diperoleh, namun bila didapat dari perniagaan atau profesi yang tidak
halal, bisa dipastikan bahwa harta itu tidak akan mengandung berkah, SEHINGGA menjamin do'a - do'a anak anaknya akan tertunda
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” [Nuh:28]

“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [Al Israa’:24
]


Para nabi dan rasul telah memberikan contoh kepada kita. Misalnya: Nabi Zakaria menjadi tukang kayu, Nabi Idris menjahit pakaian, dan Nabi Daud membuat baju perang. Artinya, bekerja untuk bisa hidup mandiri merupakan sunnah.

Berusaha untuk mencari nafkah, baik berniaga, bertani, atau beternak tidak dianggap menjatuhkan martabat dan tidak bertentangan dengan sikap tawakal.

Begitu pula para ulama salaf, mereka tergolong orang yang rajin bekerja, menuntut ilmu serta berdakwah menyebarkan agama. Tidak mengapa seseorang bekerja di bidang dakwah lalu mendapat imbalan dari pekerjaan tersebut, karena ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah; beliau mencukupi kebutuhan keluarganya dari baitul mal . [Lihat: Fathul Bari, 4:357] .

Perlu diketahui bahwa kualitas diri seseorang sangat tergantung pada hasil ikhtiar yang dia perjuangkan,
termasuk keberhasilannya untuk memberi manfaat bagi banyak orang. Maka, seorang pengusaha muslim harus hidup berkecukupan.

Dengan hidup berkecukupan, pengusaha muslim akan lebih banyak memiliki peran, bukan hanya untuk kepentingan pribadi (misalnya: menuntut ilmu atau mencukupi kebutuhan keluarga yang bersifat duniawi saja), namun di ladang dakwah, seorang pengusaha muslim yang berkecukupan juga bisa beramal
saleh dan berdakwah.
Jika seseorang berbuat maksiat, maka ia juga dapat melihat tingkah laku yang aneh pada keluarganya bahkan pada hewan tunggangannya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan, “Jika aku bermaksiat pada Allah, maka pasti aku akan menemui tingkah laku yang aneh pada budakku bahkan juga pada hewan tungganganku.”[ Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 225-226.]


Sumber : Artikel www.PengusahaMuslim.com dengan

Judul asli
Pahala Berlimpah Bagi Para Pencari Nafkah oleh Ust. Abu Ahmad Zaenal  Abidin, Lc.

* Kalimat dengan font miring merupakan tambahan dari pengopas ^^

Tidak ada komentar: