Wahai Jiwa Ikhlaslah maka engkau akan bersih
Ibadah yang tercampur dengan Riya terbagi menjadi tiga :
Pertama, PEMBANGKIT IBADAH dari asalnya adalah RIYA kepada manusia yang lain. Sebagaimana orang yang bangkit menunaikan shalat agar dilihat orang lain dan tidak menginginkan ridha Allah. Yang demikian ini adalah kesyirikan; dan ibadahnya menjadi BATHIL
Kedua, DIMASUKI RIYA ketika pertengahan Ibadah, Artinya, pembangkit dirinya menunaikan ibadah pada awalnya adalah keikhlasan demi Allah, lalu muncul riya’ di tengah-tengah pelaksanaan ibadah, Bagian awalnya SAH, sedangkan bagian akhirnya BATHIL.
Jika bagian akhir ibadah itu terbangun sebagaimana bagian awalnya, maka dia terbagi menjadi DUA KEADAAN
(A), Hendaknya ia membendung riya dan tidak tentram dengannya, tetapi ia benci dan menolaknya, maka sesungguhnya hal itu tidak akan memberikan pengaruh apa-apa kepadanya. Hal itu karena sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya Allah meleweatkan apa-apa yang terjadi di kalangan umatku dalam batin mereka selama mereka belum melakukan dan belum mengucapkan (Hadist dari Abu Hurairah RA, di-takhrij Al-Bukhari, Al-Aiman, Bab”Idza Hanatsa Nasiyan” 4/222)
(B), Ia merasa tentram dengan Riyayang muncul dan tidak berupaya untuk mengusirnya, Dengan demikian ibadahnya Bathil, karena bagian akhirnya terbangun pada dasar yang sama dengan dasar bagian awalnya dan selalu terikat dengannya.
Ketiga, Apa-apa yang muncul SETELAH SELESAI menunaikan suatu ibadah. Yang demikian itu tidak memberikan pengaruh apa-apa kepada ibadahnya. KECUALI jika ada sedikit PERMUSUHAN di dalamnya seperti menyebut-yebut pemberian atau menyakiti perasaan penerima sedekah.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahgala) Sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (Al-Baqarah:264)
BUKAN TERMASUK RIYA, Jika seseorang merasa gembira karena ia mengetahui bahwa ada orang yang mengetahui ibadahnya. Karena perasaan yang demikian ini muncul setelah pelaksanaan ibadah tersebut.
TIDAK TERMASUK RIYA pula jika seseorang merasa gembira dalam hatinya sendiri karena sukses melaksanakan suatu ketaatan Akan tetapi, yang demikian itu justru menunjukan imannya
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa merasa gembira karena berbagai kebaikannya dan merasa sedih karena berbagai keburukannya, maka itulah seorang mukmin.” (Di-takhrij Ahmad. 1/18, 26. At-Tirmidzi dalam Al-Fitan, Bab”Maa Ja-a fii Luzumi Al-Jama’ah” 6/333, dan ia berkata, Hasan,shahih, dan gharib.” Dari hadist Umar Radhiyallahu Anhu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar