Minggu, 17 April 2011

Maan Rabbuka


Pentingnya Mengenal Asmaul Husna Menurut ( Syaikh Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al Badr ) :

PERTAMA, Ilmu ini merupakan pintu ilmu yang mulia, bahkan termasuk Al-Fiqh Al-Akbar (Fikih yang paling Agung) dan paling utama serta pertama kali yang masuk dalam sabda Rasulullah Shallalahu’alaihi wasalam :

“ Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan atasnya, maka Dia akan memberikan kefahaman kepadanya dalam masalah Agama (Muttafaqalaih)

Ilmu ini merupakan Pondasi jalan menuju Allah dan jalan masuk yang lurus dalam meraih kecintaan dan keridhaan-Nya serta jalan yang lurus bagi setiap orang yang dicintai dan dipilih-Nya.

Pondasi agama ini adalah iman kepada Allah Ta’alla dan kepada nama-nama serta sifat-sifat-Nya.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang menghendaki bangunan yang tinggi, maka di haruskan baginya untuk menguatkan fondasi dan benar-benar memperhatikannya. Karena ketinggian bagunan tergantung pada kokoh dan kuatnya pondasi Amal dan derajat adalah bangunan, sedangkan pondasinya adalah Iman (Fikih Asmaul Husna – abdurrazaq bin Abdul)

Allah Ta’alla berfirman : “Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu yang baik, ataukah orang yang mendirikan bangunannya ditepi jurang yang runtuh lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam nereka Jahannam ? (QS. At-Taubah : 109)

Pondasi ini ada dua : (1)  Mengenal Allah, Perintah, Nama serta Sifat-Nya dengan baik  (2) Tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya

KEDUA, Mengenal Allah menyebabkan kita mencintai Allah, Khauf, Rodja dan mengantungkan harapan kepada-Nya

KETIGA, Mengetahui Asmaul Husna penting karena Allah Ta’alla mencintai apa yang ada di asmaul husnanya.
Contoh, As-Shidiq (Allah Maha benar) berarti Allah Menyukai Kejujuran

KEEMPAT, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk dari tiada menjadi ada dan menciptakan bumi adalah bertujuan untuk beribadah kepadanya.

Allah Ta’alla berfirman : “allahlah yang menciptakan Tujuh langit dan seperti itu pula bumi perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, Ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu” (QS. Ath-Thalaq : 12)

KELIMA, Berilmu tentang Allah adalah pokok segala ilmu, orang yang mampu mengenal Allah akan mampu melakukan istinbath

Istinbath adalah : Menghukumi suatu perkara setelah mempertimbangkan permasalahnya

Contohnya :       Al-Azhim --à Maha Agung
                           Dalam Pelaksanaan Shalat Wajib

KEENAM,  Mengenal nama-nama Allah dan Sifat-sifat Allah adalah Perniagaan yang menguntungkan yaitu Surga.

Dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu, dia berkata: rasulullah Shallalahualaihi wasallam telah bersabda : “Sesungguhnya Allah mempunyai  Sembilan Puluh sembilan (99) nama, seratus kurang satu barangsiapa yang menghitungnya,  maka ia akan masuk surga” (HR. Al-Bukhari No, 2736)

KAIDAH –KAIDAH dalam MEMAHAMI ASMAUL HUSNA (Syaikh al-Utsaimin Rahimahullah Ta’alla dalam Al-Qawaa’idul Mustsla )

PERTAMA, Seluruh Sifat Allah adalah tinggi, penuh dnegan kesempurnaan dan sanjungan
Allah Ta’alla berfirman : “Dan hanya kepunyaan Allahlah matsalul a’la ( Sifat yang maha tinggi) (QS. An-Nahl : 60)

Semua sifat Allah adalah kesempurnaan dalam penetapannya, Sifat terbagi Menjadi :

  • Sifat yang menunjukkan kesempurnaan secara mutlak. Sifat semacam ini ditetapkan pasti dipunyai oleh Allah
  • Sifat yang menunjukkan kekurangan secara mutlak. Sifat ini tidak mungkin dipunyai oleh Allah Ta’alla
  • Sifat yang apabila ditinjau dari suatu keadaan menunjukkan kesempurnaan dan apabila di tinjau dari keadaan     yang   lain justru menunjukkan kekurangan. Sifat semacam ini dinisbatkan kepada Allah dengan diiringi taqyid. Ikatan makna dalam rangka menetapkan kekuasaan Allah membalas dengan jenis balasan yang serupa dengan perbuatan jahat yang dilakukan oleh manusia, maka dalam kontek seperti ini sifat tersebut menjadi sifat kesempurnaan

Contoh :
  • Al-Makar (Makar)  kita katakan bahwa Allah mampu membalas orang yang berbuat makar
  • Al-Khidaa’ (tipu daya) kita katan Allah mampu membalas tipu daya para pembuat tipu daya
  • Istihzaa’ (Mengolok-olok) 
  • Al-Kaid (memperdaya)
Kita tidak boleh mensifati Allah dengan sifat makar dan tipu daya, akan tetapi kita juga tidak diperbolehkan menolaknya namun sifat semacam ini hanya boleh ditetapkan (dengan diiringi taqyid – ikatan makna) dalam konteks pembalasan  Pembalasan.

KEDUA, Setiap Nama Allah menunjukkan 2 perkara Menunjukkan keberadaan Dzat Allah, Sifat yang terkandung dalam Nama tersebut, serta Atsar/ Pengaruh yang timbul dari Nama tersebut apabila ia termasuk kata yang butuh object.

KETIGA, Nama Allah itu harus sesuai dengan Dalil dan tidak ditentukan oleh akal,  kita tidak boleh memberikan nama Allah yang tidak diberikan oleh-Nya

KEEMPAT, Amaul Husna tidak dibatasi oleh Jumlah bilangan tertentu

Dalil : Hadist Shaih yang di riwayatkan oleh imam Ahmad di dalam Musnad-Nya dan di bawakan juga oleh imam ahli hadist selain beliau jalur ibnu mas’ud. Di dalam hadist tersebut nabi berdo’a :

“Hamba memohon kepada-Mu dengan perantara seluruh Nama yang Engkau namai diri-Mu dengannya. Nama yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu. Nama yang Engkau ajarkan kepada salah satu diantara Makhluk-Mu dan juga nama yang disembunyikan pengetahuannya dalam ilmu ghaib di sisi-Mu.

Ibnu Haz, mengatakan bahwa nama Allah hanya 99, beliau menyatakan ini berdasarkan hadist Abu Hurairah diatas

Jumhur Ulama mengatakan bahwa nama Allah tidak di batasi Jumlah bilangan tertentu. Alasannya

Hadist Abu hurairah ini merupakan kaitan dengan janji balasan yang akan diperoleh oleh orang yang menjaga nama-nama tersebut, sehingga kalimat ‘Apabila seseorang menjaganya” menjadi penyempurna yang erat kaitannya dengan kalimat sebelumnya.

Hadist Abu Hurairah tersebut adalah untuk orang yang melakukan ihsho’ (menjaganya) maka mendapat balasan yaitu SURGA BUKAN MERUPAKAN BERITA PEMBATASAN jumlah nama

Al-Allamah Al Utsaimin memberikan sebuah ungkapan untuk menggambarkan maksud hadist ini dengan kalimat yang hampir mirip. Beliau memberikan contoh, Jika anda mengatakan: ‘Saya punya uang 100 dirham yang saya persiapkan untuk shadaqah’ Dari kalimat ini,, tidak menutup kemungkinankalau anda masih mempunyai uang selain jumlah itu.

Sifat Allah terbagi Dua berdasarkan nash-nasyh Al-Kitab dan Assunnah yaitu :

PERTAMA, SIFAT TSUBITIYAH

Seluruh sifat yang ditetapkan oleh Allah azza wa Jalla bagi diri-Nya, Atau sifat Allah yang ditetapkan oleh Rasul-Nya Shallalahu’alaihi wasalam. Ini merupakan sifat kesempurnaan dan sanjungan bagi Allah.

Contoh : Pengetahuan (al-‘Ilmu), Pendengaran (as-Sam’u), Kekuasaan (al-qudrah), bersemayam (istiwa) turun (Nuzul), Dua tanggan (Yadain)

KEDUA, Sifat Salbiyah

Sifat yang ditiadakan dari Diri Allah oleh Allah Ta’alla sendiri atau ditiadakan oleh Rasul-Nya Shallalahu alaihi wasallam. Semua Sifat yang ditiadakan ini adalah sifat kekurangan/cela
Contoh : Al-Maul (kematian), Al-Jahl (bodoh), Al-ajz (lemah)

SIFAT TSUBUTIYAH terbagi DUA :

PERTAMA, Sifat DZATIYAH

Yaitu sifat yang senantiasa melekat pada diri Allah sifat-sifat yang tidak terlepas dari dzat ilahiyah dan sifat ini terbagi dua bila di tinjau dari kandungan isinya

Pertama, Sifat Dzatiyah Ma’nawiyah Yaitu sifat yang menunjukkan kepada sesuatu yang maknawi seperti hidup (al Hayat), mampu (qudrah), Bijaksana (Hikmah), mengetahui (al-ilmu)

Kedua, Sifat Dzatiyah Khabariyah Yaitu Sifat Allah yang padanan namanya pada makhluk merupakan bagian dan anggota badan seperti dua Tangan, wajah, kaki, Betis dan lain sebagainya.

KETIGA, Sifat Fi’liyah

Yaitu sifat-sifat yang kemunculannya berkaitan erat dengan kehendak Allah
Sifat ini terbagi 2 berdasarkan sebab terkait dengannya:
  1.    Sifat Allah yang sebabnya kita ketahui, seperti sifat ridha
  2.    Sifat Allah yang tidak memiliki sebab yang diketahui, sperti sifat istiwa/bersemayan  
KELIMA, Harus dalam bahasa arab yang fasih dan menjauhi 4 perkara
  •    Takyif (menanyakan bagaimana)
  •    Tamsil (menyerupakan)
  •    Tahrif (Mengubah)
  •    Ta’thil (menafikan)

Syaikul Ibnu Taimiyah berkata :”Hendaknya Allah itu disifati dengan apa yang Dia Sifatkan untuk Diri-Nya atau yang disifatkan oleh As-Sabiqun Al-Awwalun (para generasi Pertama), Serta tidak melampaui Al-Qur’an dan Al-Hadist

Imam Ahmad Rahimahullah berkata,“Allah tidak boleh disifati dengan apa yang disifati oleh-Nya untuk Diri-Nya atau yang disifatkan oleh Rasul-Nya serta tidak boleh melampaui Al-qur’an dan Al-Hadist

Madzhab Salaf menyifati Allah dengan apa yang Dia sifatkan untuk Diri-Nya dan dengan apa yang disifatkan oleh rasul-Nya tanpa tahrif dan ta’thil, takyif dan tamsil. Kita mengetahui bahwa apa yang Allah sifatkan untuk Diri-Nya adalah haq (benar), tidak mengandung teka-teki dan tidak untuk ditebak.


Oleh Ust Yahya Badrussalam LC
Selasa, 12 April 2011
Masjid  Raya Nurul Hidayah

Tidak ada komentar: