TAWAKAL adalah bersandar kepada Allah ketika mencari dan mengharapkan suatu manfaat dan ketika menolak suatu bahaya dengan sepenuh keyakinan kepada-Nya
Maqam Tawakal adalah salah satu di antara maqam-maqam di dalam agama dan ini adalah amalan hati.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, TAWAKAL adalah separuh agama, sedangkan separuh kedua adalah INABAH (kembali kepada Allah).Agama adalah permohonan pertolongan dan ibadah. Maka TAWAKAL adalah permohonan pertolongan dan kembali kepada Allah adalah ibadah. Bahkan inabah adalah ibadah murni dan tauhid yang bersih, jika seseorang memenuhinya dengan sungguh-sungguh.” (Tahdzib Madarij As-Salihin/336), cetakan Al-Makhtabah Al-Ilmiah)
“Dan Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS.Ath-Thalaq:3)
Jika Kalian bertawakal kepada Allah SWT dengan sesungguh-sungguhn tawakal pasti kalian akan diberi rezeki sebagaimana seekor burung yang diberi rezeki. Pergi pagi hari dengan tembolok kosong dan kembali sore hari dengan tembolok penuh.” (Diriwayatkan Ath-Tirmidzi/2344 dan dia berkata, “Hadist hasan shahih”)
Apakah Tawakal mengharuskan meninggalkan sebab sehingga bersandar dan bertawakal secara sempurna kepada Allah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan makna itu dengan ungkapan singkat, komprehensif dan terbatas dengan mengatakan, “Menoleh kepada sebab-sebab adalah kesyirikan di dalam tauhid menghilangkan sebab-sebab ketika memang harus menjadi sebab adalah kelemahan akal berpaling dari sebab secara total adalah membuat cela di dalam syariat (Al-Fatawa, 1/131)
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata lain : “Dari Sini ada orang yang menyangka bahwa tawakal tidak sah melainkan dengan meninggalkan sebab-sebab. Ini benar. Akan tetapi, membuangnya dari dalam hati dan bukan dari anggota badan. Tawakal tidak akan menjadi sempurna melainkan dengan membuang sebab-sebab dari dalam hati sedangkan anggota badan tetap terpaut dengannya. Sehingga dengan demikian menjadi terputus dengannya dan berhubungan dengannya (Tahdzib Madarij As-Salihin, hlm.339)
Maka melakukan sebab-sebab yang demikian dari Tawakal. Sedangkan sikap malas, lamban, putus asa, dan berpaling dari semangat melakukan sebab-sebab adalah tindakan mencela syariat sebagaimana telah dikatakan oleh Ibnu Taimiyah.
Keterkaitan hati dengan sebab-sebab tanpa ada kaitan dengan Penyebab yaitu Allah, menjadikan tawakal cacat dan lemah serta mengurangi kesempurnaan tawakal.
Di antara pengaruh baik tawakal adalah bagusnya akibat, tercapainya apa yang diinginkan, hilangnya ap-a-apa yang dikhawatirkan. Hal demikian ditujukan oleh firman Allah Ta’ala
“(yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan:’Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:’Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS.Ali Imran: 173-174)
PERCAYA DIRI yang dipahami oleh seorang mukmin adalah tidak sama dengan pemahaman ahli maksiat yang menggangap bahwa segenap usahanya diciptakan oleh dirinya sendiri tanpa campur tanggan Allah, sedangkan seorang mukmin yakin bahwa percaya diri merupakan kewajiban memahami bahwa semua usaha yang dilakukannya tidak membutuhkan pertolongan siapapun dan apapun kecuali Allah SWT serta hatinya tergantung hanya kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman : "Dan Bertawakallah kepada ALlah Yang Hidup (kekal) Yang tidak mati."(QS.Al-Furqan:58)
"Dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya Pelindung" (QS.Ali-Imran : 173)
Ya Allah, rezekikan kepada kami tawakal yang bagus dan baik sangka kepada Engkau. Ampunilah sayangilah kami. Engkau adalah penolong kami, maka selamatkanlah kami dari kaum kafir.
Sumber : Kumpulan Kultum Setahun – Fuad Abdul’Aziz Asy-Syalhub (Darul Falah)
Minhajul Muslim - Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri (Darul Haq)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar