PERTAMA, Sikap yang Wajib terhadap Nash-Nash Janji Pahala atau Ancaman
Al-qur'an al-Karim berisi janji pahala dan ancamansiksa. Yang pertama dalam bentuk Ampunan, ridha, masuk surga dan pahala-pahala lainnya dan kedua dalam bentuk laknat, murka atau neraka dan bentuk-bentuk hukuman yang lain. Allah SWT berfirman,
'Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan Neraka Jahanam" (At-Taubah : 68)
(Sebaliknya) Allah SWT juga berfirman,
"Allah menjanjikan kepada orang-orang Mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai" (QS. At-Taubah : 72)
Rasullulah Shallalahu alaihi wasalam bersabda :
"Barangsiapa Allah menjanjikan pahala baginya karena suatu amal, maka Dia pasti mewujudkannya untuknya, (tapi) barangsiapa diancam oleh Allah dengan hukuman atas suatu perbuatan, maka hal itu terserah Allah" (Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnadnya, 2/838)
Yahya bin Mu'adz berkata:
"Janji pahala dan ancaman siksa adalah haq, janji pahala adalah hak hamba atas Allah. Allah menjamin untuk mereka akan memberi ini jika mereka melakukan ini dan siapa yang lebih berhak memenuhi janji daripada Allah? ANCAMAN SIKSA adalah HAKnya atas para hamba. Dia berFirman :
'Jangan melakukan ini, karena Aku akan mengadzabmu tetapi mereka melakukannya juga, maka jika Dia berkehendak maka Dia memaafkan, jika Dia berkehendak, maka Dia mengambilnya karena itulah hakNya dan lebih patut bagi Rabb kita adalah MEMAAFKAN dan MENGAMPUNI, Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Lihat al-Hujjah fi Bayan al-Mujjah, Isma'il al-Ashfahani, 2/72-74)
Ketika Abdullah bin al-Mubarak menyebut hadist, ‘Seorang pezina tidak berzina ketika dia berzina SEMENTARA DIA MUKMIN”(HR.al-Bukhari dalam kitab al-Mazhalim, 5/119, no.2475)
Lalu seorang penanya berkata tentangnya- DENGAN BAHASA PENGINGKARAN – IBNUL MUBARAK Marah dan berkata,
Orang yang banyak omong dan mengeluh itu melarang kami berbicara hadist Rasulullah Shallalahu alaihi wasalam. Apakah setiap kita tidak mengerti makna hadist, kita meninggalkannya? Tidak, kita tetap meriwayatkannya seperti yang kita dengar, dan ketidaktahuan kita alamatkan kepada diri kita (Ta’zhim Qadr ash-Shalah, al-Marwazi, 1/504-505)
KEDUA, BERIMAN kepada Surga dan Neraka
Abul hasan al-Asy'ari berkata, "Surga dan Neraka adalah haq, Kiamat pasti hadir, tidak ada keraguan padanya dan bahwa Allah akan membangkitkan mayit dari kubur (Al-Ibanah, hal.21)
Abu Hanifah an-Nu'man berkata, "Surga dan neraka telah diciptakan hari ini, tidak fana selamanya, bidadari tidak mati untuk selamanya, hukuman dan pahala Allah SWT tidak habis selama-lamanya" (Al-Fiqh, al-Akbar, hal.5)
KETIGA, Hal-Hal yang Menyebabkan Mengingkari Janji Surga dan Ancaman Neraka Membatalkan Iman
Contohnya Antara lain :
Pertama, Mengingkari janji pahala dan ancaman siksa termasuk mengingkari surga dan neraka.
Kedua, Pendapat bahwa janji dan ancaman hanyalah ilusi, agar ia berguna bagi orang banyak sebagaimana diucapkan oleh para FILOSOF MULHID
Keempat, Di antara bentuk pengingkaran dan penghinaan ini adalah apa yang diklaim oleh orang-orang SUFI MULHID bahwa surga dan neraka adalah makna-makna batin yang mana maksudnya adalah sekedar kenikmatan dan kesakitannya arwah..
Kelima, Atau apa yang diklaim oleh sebagian dari mereka bahwa penghuni neraka juga merasakan nikmat di dalamnya sebagaimana penghuni surga mendapatkan nikmat di dalamnya...
Keenam, Diantara bentuk kekufuran ini adalah memperolok-olok janji dan ancaman dan melecehkannya.... dan masih banyak lagi contohnya (Lihat perincian dalam asy-Syifa, Iyadh, 2/1068)
Penyebabnya antara lain :
Pertama, Iman kepada nash-nash janji pahala dan ancaman siksa berarti mengakui dan membenarkannya, menghormati dan memuliakannya, maka mengingkarinya berarti bertentangan dengan iman.
Kedua, Mengingkari dan mengolok-olok nash-nash janji pahala dan ancaman siksa berarti mendustakan al-Qur'an.
Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan." (QS-A'raf : 40)
Ketiga, Mengingkari nash-nash (al-qur'an dan as-Sunnah) tentang janji dan ancaman dan membelokkannya dari makna zahir-nya, atau memperolok-oloknya, sama dengan menuduh dan menghina para nabi, dan bahwasanya para nabi berdusta demi kebaikan khalayak sebagaimana yang diklaim oleh para filosof
Ibnu Taimiyah berkata tentang para filosof tersebut dalam perkara ini,
"para pengikut khayalan adalah orang-orang yang berfilsafat, dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka yang mencakup ahli kalam, orang tasawuf dan orang "ahli fikih"; mereka berkata bahwa perkara Iman kepada Allah dan Hari Akhir yang disebutkan oleh Rasulullah Shallalahu'alaihi wasalam hanyalah khayalan tentang hakikat agar berguna bagi orang banyak dan bukan berarti dia menjelaskan kebenaran dengan itu, bukan dia memberi petunjuk kepada manusia dan bukan pula menjelaskan hakikat.
kemudian mereka terbagi dua :
Pertama, Berpendapat bahwa Rasul tidak mengetahui hakikat sebagaimana ia apa adanya. mereka berpendapat justru yang mengetahu adalah sebagian filsof
Kedua, Mereka mengklaim bahwa di antara para filsof dan wali terdapat orang yang lebih mengetahui tentang Allah dan Hari Akhir daripada para Rasul.
Ketiga, Pengingkaran dan penghinaan ini meyelisihi ijma' dan mendustakannya, di mana para ulama telah sepakat menetapkan haqnya janji pahala dan ancaman siksa dan membenarkannya sebagaimana telah dijelaskan, mereka juga bersepakat mengkafirkan orang yang mengingkarinya atau orang yang mengolok-oloknya sebagaimana akan kami sebutkan sekarang.
Ibnul adil Bar berkata, "Adapun mengakui surga dan neraka maka ia wajib dan ijma' telah tegak atasnya, apakah kamu tidak melihat bahwa hal itu termasuk yang dituli di awal wasiat-wasiat bersama syahadat tauhid dan dengan Nabi Shallalahu'alaihi wasalam? (At-Tamhid, 12/190-191)
Keempat, Perkataan Ulama dalam Masalah Mengingkari Surga dan Neraka
Abu Hamid al-Ghazali mengkafirkan orang yang mengklaim bahwa surga adalah kenikmatan rohani dan bahwa neraka adalah kesengsaraan jiwa, kemudian dia berkata, : Yang kami pilih dan kami pastikan adalah tidak boleh maju-mundur dalam mengkafirkan orang yang meyakini sesuatu dari itu, karena ia merupakan pendustaan yang terbuka kepada Pemilik syariat dan kepada seluruh kalimat al-qur'an dari awal dan akhir. Disunggungnya surga dan neraka tidak hanya secara tiba-tiba sekali atau dua kali, ia tidak tercantum dengan bahasa kinayah atau majaz atau perluasan lafazh-lafazh yang jelas tanpa kebimbangan dan tidak mengandung perdebatan." (Fadh'ih al-Bathiniyah, hal.153)
Ibnu Taimiyah berkata, " Jika seseorang mengingkari surga, atau neraka, atau hisab, atau pahala, atau hukuman, atau mengakuinya akan tetapai dia berkata yang dimaksud dengannya adalah bukan maknanya (yang zahir), maka DIA KAFIR" (MUGHNI al-MUHTAJ, 4/136)
IBNU TAIMIYAH BERKATA, "PARA TOKOH UTAMA MEREKA DARI ISMA'ILIYAH, QARAMITHAH, ORANG-ORANG SUFI ATAU AHLI KALAM dan mereka adalah Murji'ah ekstrem mungkin berpendapat bahwa ancaman yang ditetapkan oleh kitab-kitab ilahiyah hanya sekedar menakut-nakuti manusia agar mereka tidak melakukan apa yang dilarang tanpa ADA HAKIKAT. Mereka itu adalah orang-orang kafir kepada Rasul-rasul Allah, Kitab-KitabNya dan Hari Akhir, yang mengingkari dan laranganNya, janji dan ancamanNya" (Majmu' al-Fatawa, 19/150)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar