Jumat, 26 Agustus 2011

Dzikir adalah Nutrisi Hati

Dzikir merupakan Nutrisi Hati, dan sumber kehidupan hati tetapi dzikir yang sperti apakah yang dapat membuat hati menjadi hidup dan mempu membimbing sang pemilik raga ???


Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan pada saat berdo’a ataupun pada saat berdzikir. Inti dari adab-adab ini adalah bahwa adab dzikir dan do’a harus memiliki dalil yang jelas, baik itu dari Al-Qur’an atau dari Al-Hadits, bukan berdasarkan petunjuk hawa nafsu.

“Sekali-kali tidak! Demi Tuhanmu! Mereka belum beriman, sampai mereka menjadikan kamu (wahai Muhammad) sebagai hakim bagi semua urusan mereka, lalu tidak ada keberatan sedikitpun di dalam hati mereka atas putusanmu dan mereka pasrah dengan hati yang lapang.” (QS An-Nisa’, 4/65)

“Dan apa-apa yang diberikan oleh Rasul maka ambillah dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah, dan takutlah kepada ALLAH! Sesungguhnya ALLAH amat keras siksanya.” (QS Al-Hasyr, 59/7)
“Dan hendaklah merasa takut orang yang menyelisihi perintah Rasul akan ditimpa suatu musibah atau adzab yang pedih.” (QS An-Nur, 24/63)

Berikut ini adalah beberapa hal tersebut:

1. Doa dan dzikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Berkata Syaikh Al-Abubakar Jazairi :

“Al-Qur’an adalah dzikir yang paling utama, karena ia adalah kata-kata ALLAH SWT dan ia adalah doa & dzikir termulia yang hanya diberikan melalui lisan para Rasul.” [1]

2. Hendaklah memulai berdoa dengan menghafal doa yang ada di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Berkata Syaikhul Islam: “Doa dan dzikir adalah ibadah, dan syarat ibadah adalah ittiba’ (mengikuti) Nabi Shallalahu'alihi Wa Sallam, bukan mengikuti hawa nafsu & bukan pula mengada-ngada membuat sesuatu yang tidak ada contohnya dari nabi Shallalahu'alihi Wa Sallam [2].”

Lebih lanjut Syaikhul Islam berkata: “Diantara perbuatan tercela ialah orang yang menggunakan hizib dan wirid yang tidak ada contohnya dari Nabi Shallahu'alihi Wa Sallam, sekalipun itu berasal dari gurunya, sementara ia justru meninggalkan dzikir dan wirid yang diajarkan oleh Nabinya Shallalahu'alihi Wa Sallam, yang merupakan hujjah ALLAH SWT atas hamba-hamba-NYA [3].”

3. Hendaklah orang yang membaca doa/dzikir memahami maknanya dan wajib melaksanakan hukum ALLAH Azza Wa Jalla setelah berdzikir tsb.

Berkata Imam Ibnu Qayyim: “Dzikir yang paling baik adalah doa dan dzikir yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan, yaitu yang dicontohkan oleh RasuluLLAH SAW dan orang yang membacanya memahami maknanya dan apa yang terkandung di dalamnya [4].”

4. Tidak boleh disertai oleh sikap berlebih-lebihan, pamer (riya’), sikap khusyu yang dibuat-buat dsb. Imam Ibnul Jauzy berkata: “Iblis banyak menyesatkan kebanyakan orang awam yang menghadiri majlis dzikir.. Aku mengetahui banyak sekali yang hadir dalam majlis tsb bertahun-tahun mereka mengikuti dzikir, tetapi keadaan dan tingkahlaku mereka tidak berubah sedikitpun, mereka tetap saja berjual-beli dengan bunga (riba), menipu dalam bekerja, tidak mengetahui hukum-hukum dalam shalat, melakukan ghibbah.. Mereka adalah orang-orang yang terjebak tipu-daya syaithan, aku melihat mereka menyangka bahwa tangisan mereka di majlis dzikir/doa tsb bisa menghapus dosa-dosa mereka?! Sungguh mereka telah tertipu [5].”

5. Menghindari berkumpul dalam satu suara dengan pimpinan satu orang, atau menggunakan gaya dan cara ataupun waktu-waktu yang ditentukan tanpa didasari dalil. Seorang sahabat AbduLLAH bin Mas’ud ra dalam atsar yang shahih pernah melihat suatu kaum berkumpul di mesjid membuat beberapa kelompok, tiap kelompok ada yang memimpin dan di tangan mereka ada biji-bijian lalu sang pemimpin berkata: “Bertakbirlah 100 kali!” maka mereka pun melakukannya, lalu berkata lagi sang pemimpin: “Bertahlillah 100 kali!” Maka merekapun melakukannya, lalu ia pun berkata lagi: “Bertasbihlah 100 kali!” Maka mereka pun menurutinya. Lalu Ibnu Mas’ud mendatanginya dan berkata: “Apa yang kalian lakukan?” Jawab mereka: “Wahai Abu AbduRRAHMAN, batu-batu kerikil ini kami gunakan untuk menghitung tahlil dan tasbih kami.” Kata Ibnu Mas’ud: “Celakalah wahai ummat Muhammad, alangkah cepatnya kerusakan kalian, para sahabat masih banyak yang hidup, pakaian mereka belum lagi rusak dan bejana mereka belum lagi hancur apakah kalian merasa lebih baik dari agama mereka?” Maka jawab mereka: “Demi ALLAH, wahai Abu AbduRRAHMAN kami hanya menginginkan kebaikan.” Jawab Ibnu Mas’ud: “Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi tidak tahu caranya [6].” Imam Asy-Syatibi berkata bahwa orang yang mengadakan dzikir berjama’ah dengan satu suara dan berkumpul pada waktu-waktu tertentu maka semua itu tidak benar dan tidak ada dalilnya [7].

6. Tidak boleh mengeraskan suara ketika berdzikir dan hendaklah dengan suara yang pelan dan lebih disunnahkan di tempat yang tersembunyi. Dalam Al-Qur’an diperintahkan kita berdoa dengan suara pelan

(QS Al-A’raf, 7/55) dan dalam hadits shahih disebutkan bahwa salah satu yang akan dinaungi di Hari Qiyamah diantaranya adalah: “… seorang yang berdzikir kepada ALLAH ketika sendirian lalu berlinangan airmatanya.. [8]”

7. Tidak boleh berdzikir ketika khatib sedang berkhutbah (bagi laki-laki), saat buang hajat dan saat berhubungan suami-istri, saat membaca dalam shalat dan saat sangat mengantuk [9].

8. Hendaklah memulai dan mengakhiri doa dengan hamdalah dan lalu shalawat [10] yang diajarkan oleh Al-Qur’an atau Sunnah Nabi Shallalahu'alihi Wa Sallam.

9. Boleh mengangkat kedua tangan [11] tapi tanpa mengusapkannya ke muka [12], saat ber-istighfar disunnahkan memberi isyarat dengan satu jari [13], saat istisqa’ disunnahkan mengangkat tangan tinggi-tinggi tetapi dengan membalikkan telapak tangan [14].

10. Tidak benar menentukan batasan-batasan jumlah bilangan tanpa dasar hadits yang shahih, demikian pula mengambil potongan-potongan ayat atau huruf-huruf dalam Al-Qur’an, karena jika hal tersebut baik niscaya telah dilakukan oleh Nabi Shalallahu'alihi Wa Sallam [15].

ALLAHu a’lamu bish Shawab…

REFERENSI:

[1] Aysaru Tafsir, II/28
[2] Majmu Fatawa, XXII/510-511
[3] Ibid, XXII/525
[4] Al-Fawa’id, hal. 247; lih. Juga Fawa’idul Fawa’id oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, hal. 309
[5] Al-Muntaqa min Talbisu Iblis, Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, hal. 542
[6] Sunan Ad-Darimi I/68-69, di-shahih-kan oleh Al-Albani dlm Ash-Shahihah, no. 2005
[7] Al-I’tisham, I/318-321
[8] HR Bukhari & Muslim, lih. Riyadhus Shalihin hadits no. 376
[9] Shahih dan Dha’if Kitab Al-Adzkar, hal. 58
[10] Ad-Da’a wa Ad-Dawa’, Ibnul Qayyim hal. 14-21
[11] Shahih Abi Daud, Al-Albani , I/279; Fathul Bari’ XI/143
[12] Demikian pula pendapat Imam An-Nawawi, ulama besar madzhab Syafi’i dalam kitabnya Al-Adzkar
[13] Shahih Muslim, hadits no. 874
[14] HR Bukhari no. & Muslim no. 896
[15] Al-I’tisham, I/318-319


DALIL-DALIL TENTANG KEUTAMAAN BERDZIKIR

1. “Dan sesungguhnya mengingat ALLAH itu paling besar.” (QS al-Ankabut:45)
2. “Maka ingatlah kepada-KU, pasti AKU akan ingat kepadamu.” (QS al-Baqarah:152)
3. “Dan ingatlah kepada RABB-mu di dalam hatimu dengan merendahkan diri dan merasa takut, dengan tidak meninggikan suaramu.” (QS al-A’raf:205)
4. “Wahai orang-orang yang beriman ingatlah kepada ALLAH sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepda-NYA pada pagi dan petang hari.” (QS al-Ahzab:41-42)

MAKNA DZIKIR


Dzikir menurut pemahaman salafus-shalih adalah segala perbuatan yang dapat mendekatakan diri kepada ALLAH SWT, baik berupa shalat, puasa, zakat, tasbih, tahmid, takbir, tahlil maupun membicarakan hukum halal-haram, belajar, memberi nasihat, jual-beli, nikah, hajji, dan sebagainya. Sepanjang semua itu dilakukan dengan NIAT YANG IKHLAS dan melakukannya SESUAI DENGAN SYARI’AT, maka itu termasuk dzikir.

1. Berkata Sa’id bin Jubair ra: Setiap orang yang beramal karena ALLAH adalah orang yang sedang berdzikir kepada-NYA.

2. Berkata ‘Atha bin abi Rabah: Majlis dzikir adalah majlis yang membicarakan halal dan haram, serta bagaimana seharusnya kalian berjual-beli, shalat, puasa, nikah, thalaq, hajji, dll.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN KETIKA BERDZIKIR


1. Niat yang Ikhlas, dalil-dalilnya:
a. Al-Qur’an: QS al-Bayyinah, 98:5; QS al-Hajj 22:37.
b. As-Sunnah: Hadits Umar ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim (Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya)
c. Atsar Salafus-Shalih:

01. Berkata al-Fudhail bin ‘Iyadh: Beramal karena ingin dilihat orang adalah SYIRIK, meninggalkan amal karena takut dilihat orang adalah RIYA’, adapaun IKHLAS adalah terjaganya kamu dari kedua hal tersebut.

02. Berkata al-Harits al-Muhasibi: Orang yang benar ialah tidak peduli pada penghormatan manusia karena kesucian hatinya. Dan juga tidak suka diketahui orang kebaikannya walau sebesar biji sawi karena kebaikan amalnya. Dan iapun tidak benci jika diketahui orang kelemahannya.”

03. Berkata Abal Qasim al-Qusyairi: Ikhlas ialah mengarahkan ketaatan dengan niat kepada ALLAH Yg Maha Suci, yaitu menginginkan agar semua ketaatannya menjadi pendekatan dirinya kepada ALLAH tanpa sedikitpun keinginan-keinginan lain untuk makhluk, apalagi keinginan dipuji oleh manusia atau suka diketahui amalnya, atau segala keinginan yang lain daripada niat taqarrub kepada ALLAH SWT.”

04. Berkata Muhammad bin Sahal at-Tastari: Para orang yang pandai menafsirkan ikhlas tidak lebih dari ini: Gerak dan diamnya, baik di tengah kesepian atau keramaian hanya karena ALLAH saja, tiada bercampur sedikitpun dengan kehendak nafsu, keinginan diri ataupun keinginan duniawiah lainnya.

05. Berkata abu Ali ad-Daqqaq: Ikhlas ialah memelihara diri dari ingin diperhatikan makhluk. Sedangkan Shiddiq ialah mensucikan diri dari memenuhi keinginan nafsu.

06. Berkata Dzan Nun al-Mishri: Tanda ikhlas itu ada 3: Pertama, jika dipuji dan dicela orang tidak berpengaruh baginya. Kedua, jika ia beramal tidak riya’. Ketiga, jika amal yang dilakukan hanya untuk pahala akhirat.

2. Keutamaan Majlis Dzikir: Berzikir dalam majlis adalah disunnahkan, berdasarkan hadits-hadits berikut ini:

a. Nabi Shallalahu'alihi Wa Sallam bersabda: “Jika kalian melewati kebun-kebun syurga maka nikamtilah oleh kalian.

Para sahabat ra bertanya: Wahai rasuluLLAH, apakah kebun syurga itu? Jawab Nabi Shallalahu'aihi Wa Sallam: yaitu majelis-majelis dzikir, karena ALLAH memiliki malaikat-malaikat yang selalu mencari majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemukannya maka mereka akan duduk bersama-bersama orang yang berdzikir itu.” (HR Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu Umar)

b. Dalam hadits lainnya: “Rasul Shallalhu'alihi Wa Sallam keluar dari rumahnya menuju sebuah majelis tempat berkumpul para sahabatnya, lalu beliau bersabda: Mengapa kalian duduk-duduk bersama disini? Jawab mereka: Kami disini bertahmid atas hidayah dan nikmat yang telah diberikan-NYA kepada kami sehingga kami memeluk agama Islam. KataNabi Shallalahu'alihi Wa Sallam: Demi ALLAH, apakah benar kalian duduk disini hanya karena itu? Aku tidak minta kalian bersumpah tapi Jibril telah datang kepadaku dan meberitahukan bahwa ALLAH Azza Wa Jalla telah membanggakan kalian dihadapan para malaikat.” (HR Muslim dari Mu’awiyyah)

c. Dalam hadits yang lain disebutkan: Bersabda Nabi Shallalhu'alihi Wa Sallam: “Tiada suatu kaum yang duduk-duduk sambil berdzikir pada ALLAH, melainkan para malaikat datang berkumpul, dan rahmat ALLAH meliputi mereka, dan ketentraman turun kepada mereka, dan nama-nama mereka disebutkan satu-persatu oleh ALLAH SWT dihadapan para malaikat yang ada disisi-NYA.” (HR Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah)

3. Hendaknya dzikir dilakukan dengan hati dan lisan, dan tidak keras-keras tapi juga tidak terlalu pelan, berdasarkan ayat: “Dan jangan kamu nyaringkan suaramu ketika shalat dan jangan pula kamu merendahkannya, tetapi hendaklah kamu lakukan diantara keduanya.” (QS al-Isra, 17:110)

4. Dzikir bagi orang yang tidak bersuci. Menurut ijma’ ulama boleh saja berdzikir dengan lisan ataupun hati bagi orang yang tidak bersuci, baik ia sedang junub, haidh, keluar darah, nifas. Baik ia membaca tasbih, tahmid, tahlil, shalawat, dll. Adapun jika membaca al-Qur’an maka para ulama berbeda pendapat, menurut mazhab Syafi’i dibolehkan membaca al-Qur’an bagi wanita haidh dan nifas jika telah berwudhu’ atau bertayammum (lih. kitab al-Adzkar, hal. 39, Imam Nawawi).

5. Sikap ketika berdzikir. Hendaknya dengan duduk sopan menghadap kiblat dengan khusyu’. Tetapi jika tidak memungkinkan maka tidak mengapa dengan kondisi apa saja yang memungkinkan karena hal tersebut merupakan afdhal (keutamaan) saja.

Berdasarkan ayat: “Dan orang-orang yang berdzikir kepada ALLAH sambil berdiri, duduk dan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi.” (QS Ali-Imran, 3:190-191), juga dalam hadits: Dari A’isyah ra berkata ; “Rasulullah Shallahu'alihi Wa Sallam bersandar dipangkuanku sedangkan aku dalam keadaan haidh, dan beliau membaca al-Qur’an.” (HR Bukhari dan Muslim)

6. Tempat yang terlarang berdzikir. Seperti ketika buang air, berhubungan suami-istri, saat mendengarkan khutbah, saat berdiri shalat membaca Fatihah dan saat mengantuk.

HADITS-HADITS TENTANG BERBAGAI DZIKIR YANG SHAHIH


1. Sabda nabi SAW: “Ada 2 kalimat, yang sangat ringan di lidah, sangat berat dalam timbangan amal, dan sangat dicintai oleh AR-RAHMAN, yaitu SubhanaLLAHi wabihamdiHI subahanaLLAHil ‘azhim[1].”

2. Sabda nabi SAW: “Barangsiapa mengucapkan La ilaha illaLLAHu wahdaHU la syarikalaHU, laHUl mulku wa laHUl hamdu wa HUWA ‘ala syai’in qadir setiap hari 100 kali, maka bagaikan ia memerdekakan 10 orang budak dan diberikan 100 kebaikan dan dihapuskan 100 keburukannya, dan Syaithan tidak bisa mendekatinya pada hari itu sampai sore, dan tidak ada seorang yang lebih baik darinya kecuali yang membaca lebih banyak darinya. Juga dikatakan: Barangsiapa yang mengatakanSubhanaLLAH wa bihamdiHI setiap hari 100 kali, maka dihapuskan dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan[2].”

3. Sabda nabi SAW: “Kebersihan itu sebagian dari Iman, mengucapkan alhamduliLLAH itu memenuhi timbangan kebaikan, mengucapkan subahanaLLAH wal hamduliLLAH itu memenuhi langit dan bumi[3].”

4. Perbuatan nabi SAW: “Adalah nabi SAW jika selesai salam dari shalatnya beliau SAW membaca istighfar

3 kali, lalu membaca ALLAHumma ANTAS salamu wa minKAs salamu tabarakTA ya DZAL Jalali wal Ikram[4].”

5. Perbuatan nabi SAW: “Adalah nabi SAW jika selesai shalat membaca ; La ilaha illaLLAH wahdaHU la syarikalaHU, laHUl mulku wa laHUl hamdu waHUWA ‘ala kulli syai’in qadir, ALLAHumma la mani’a lima a’thaiTA wa mu’thiya lima mana’TA wala yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu[5].”

6. Dan sebagainya (bisa dilihat diberbagai kitab hadits shahih)
RABBanaghfirlana wa israfana fi amrina…

REFERENSI:


[1] HR Bukhari, 11/175; Muslim 2694; Tirmidzi 3463.
[2] HR Bukhari 11/168-169; Muslim 2691; Thabrani 1/209; Tirmidzi 3464.
[3] HR Muslim 223.
[4] HR Muslim 591; Abu Daud 1513; Tirmidzi 300, Nasa’i 3/68.
[5] HR Bukhari 2/275; Muslim 593; Abu Daud 1515; Nasa’i 3/70.

Tidak ada komentar: